Kamis, 11 Januari 2018

Hujan

Penghujan menghujani hujan-hujan sehujan hujani hujaniwan-hujaniwati.

Sabtu, 20 Oktober 2012

Wajah Dunia yang Pertama


Wajah Dunia yang Pertama

 

Ketika bulan pudar
ia bawa pengantinnya
ke atas bukit itu.
Keduanya telanjang.
Tak punya apa-apa.

Pada awal segalanya
alam pun telanjang
kosong, dan tanpa dusta.
Gelap bertatapan dengan sepi.

Dan sepi tenggelam
dalam waktu yang dalam.
Lalu datanglah cahaya,
kehidupan mahluk,
insane dan margasatwa.
Pada awal segalanya,
semua telanjang
kosong dan terbuka

Kedua mempelai yang remaja itu
telah menempuh jalan yang jauh.
Melalui subuh penuh khayalan
dengan langit penuh harapan
dan sungai penuh hiburan
mereka pun memasuki siang bagai tungku
keringat mengucur ke kaki mereka.

Dan kaki mereka di atas bumi karang gersang.
Maka lalu datang malam
yang membawa mimpi
dan ranjang istirah
penuh merjan gemerlapan.
Mereka menengadahkan wajah.
Di langit bintang selaksa.
Bagai jumlah keturunan mereka.
Selaksa dan lagi selaksa.
Takkan tumpas selamanya.

Ketika bulan pudar
ia bawa pengantinnya
ke atas bukit itu
keduanya telanjang
wajah dunia yang pertama.

Nina Bobok bagi Pengantin


Nina Bobok bagi Pengantin


Awan bergoyang, pohonan bergoyang
antara pohonan bergoyang malaikat membayang.
Dari jauh bunyi merdu lonceng loyang.

Sepi syahdu, madu rindu.
Candu rindu, gairah kelabu.
Rebahlah, Sayang, rebahkan wajahmu ke dadaku.

Langit lembayung, pucuk-pucuk daun lembayung
antara daunan lembayung bergantung hari yang ruyung
Dalam hawa bergulung mantra dan tenung.

Mimpi remaja, bulan kenangan.
Dukacita, duka berkilauan.
Rebahlah, Sayang, rebahkan mimpimu ke dadaku.

Bumi berangkat tidur.
Duka berangkat hancur.
Aku tampung kau dalam pelukan tangan rindu

Sepi dan tidur, tidur dan sepi
Sepi tanpa mati, tidur tanpa mati.
Rebahlah, Sayang, rebahkan dukamu ke dadaku

Ranjang Bulan Ranjang Pengantin


Ranjang Bulan Ranjang Pengantin

 

Ranjang bulan, ranjang pengantin
langit biru lazuardi
ditumpu tangan-tangan leluhur
Anjing tanah menggelepar
memekikkan birahi kepayang

Ranjang bulan, ranjang penganti
perahu jung seratus layer
dipangku lautan tertidur.
Gugur bintang satu-satu
mengantuk kena berkhayal

Ranjang bulan, ranjang pengantin
kerajaan mambang dan siluman
diasapi dupa memabukkan.
Terkapar mimpi satu-satu
terbanting di atas batu ujian.

Ranjang bulan, ranjang pengantin
bumi keras kehidupan
diwarnai semangat dan harapan.
Ladang digarap dikerjakan
bibir ditanam disuburkan.

Ranjang bulan, ranjang penganti.
Ranjang porselin.
Ranjang gading
Ranjang Pualam.

Ranjang batu.
Ranjang angin
Dan ranjang aspal jalanan.
Sepasang penganti ditelan kehidupan.
Mata ke depan dan tangan bergandengan.

Kakawin Kawin


Kakawin Kawin

 
Aku datang. Aku datang padamu.
Dengan pakaian pengantin.
Kujemput kau ke rumahmu
dan kubawa ke gereja.

Aku datang. Aku datang padamu.
Kubawa ke langit beledu.
Fajar pertama kaum wanita
kusingkapkan padamu dengan perkasa.

Maka hujan pun turun
karena hujan adalah rahmat
dan rahmat adalah bagi pengantin.
Angin jantan yang deras
menggosoki sekujur badan bumi
menyapu segala nasib yang malang.
Pohon-pohonan membungkuk
bamboo dan mahoni membungkuk
segala membungkuk bagi rahmat
dan rahmat hari ini
adalah bagi penganti.

Aku datang. Aku datang padamu.
Dan hujan membersihkan jalanan
Kuketuk pintu rumahmu
dan rahmat sarat dalam tanganku.
Kau gemetar menungguku
dengan baju pengantin hijau
dan sanggulmu penuh bunga.
Permata-permata yang gemerlapan di tubuhmu
bagai hatimu yang berdebar-debar
gemerlapan
menunggu kedatanganku.