Selasa, 10 Januari 2012

PERSAMAAN LIBERAL

PERSAMAAN LIBERAL

1. PROYEK RAWLS

(a). Intuisionisme dan Utilitarianisme
Dalam bab terakhir saya menyatakan bahwa kita memerlukan teori tentang bagian yang fair (a theory of fair shares) sebelum melakukan perhitungan utiliti, karena ada batas-batas pada cara individu dapat dikorbankan secara sah demi keuntungan pihak lain. Jika kita memperlakukan orang secara sama, kita harus melindunginya dalam kepemilikan hak dan kebebasan tertentu. Tetapi, hak dan kebebasan yang mana?
Filsafat politik yang ditulis dalam duapuluh tahun terakhir sebagian besar memusatkan perhatian pada pertanyaan ini. Ada sebagian orang, seperti yang sudah kita lihat, yang masih tetap membela utilitarianisme. Namun, ada penilaian yang bergeser menjauh dari ‘kepercayaan lama yang pernah diterima luas bahwa sebagian bentuk utilitarianisme, seandainya kita dapat menemukan bentuk yang benar, pasti menangkap esensi moralitas politik’ (Hart 1979: 77), dan sebagian besar filsuf politik kontemporer berharap menemukan sebuah alternatif yang sistematis berkenaan dengan utilitarianisme. John Rawls adalah orang pertama yang menyajikan alternatif semacam itu dalam bukunya yang terbit tahun 1971, A Theory of Justice. Yang lain banyak juga yang telah menulis tentang sifat utilitarianisme yang bertentangan dengan intuisi. Tetapi Rawls memulai bukunya dengan keluhan bahwa teori politik terjebak diantara dua ekstrim; di satu pihak utilitarianisme, dan di pihak lain campuran berbagai gagasan dan prinsip yang tidak koheren. Rawls menyebut alternatif kedua ini sebagai ‘intuisionisme’, sebuah pendekatan yang sedikit agak menyerupai rangkaian anekdot yang didasarkan pada intuisi tertentu mengenai berbagai isu tertentu.



Intuisionisme merupakan alternatif yang tidak memuaskan bagi utilitarianisme, karena walaupun kita sebenarnya memperagakan intuisi anti-utilitarian pada isu-isu tertentu, kita juga menginginkan teori alternatif yang membuat intuisi itu masuk akal. Kita menginginkan sebuah teori yang menjelaskan mengapa contoh-contoh khusus ini tidak kita setujui. Tetapi ‘intuisionisme’ tidak pernah sampai melewati, atau dibawah, intuisi-intuisi awal ini untuk menunjukkan hubungannya atau untuk menyediakan prinsip yang mendasari dan memberikan struktur terhadapnya.
Rawls mendeskripsikan teori-teori intuisionis sebagai mengandung dua ciri:

pertama, teori-teori intuisionis dibentuk oleh pluralitas prinsip–prinsip pertama yang mungkin bertentangan, yang memberikan petunjuk-petunjuk yang tidak masuk akal dalam kumpulan kasus-kasus khusus; dan kedua, teori-teori intuisionis tidak mengandung metode yang eksplisit, tanpa prioritas aturan-aturan, untuk mempertimbangkan prinsip-prinsip ini satu sama lain; kita hanya menyetujui keseimbangan dengan intuisi; dengan sesuatu yang bagi kita nampak seperti hampir benar. Atau jika terdapat prioritas aturan-aturan, ini dianggap lebih kurang sepele dan tidak banyak membantu dalam mencapai sebuah keputusan (1971: 34).


Ada banyak bentuk intuisionisme, yang dapat dibedakan menurut tingkat keumuman prinsip-prinsipnya.

Intuisionisme ‘common-sense’ mengambil bentuk kelompok aturan moral yang agak spesifik, masing-masing kelompok dipergunakan pada masalah keadilan khusus. Ada kelompok aturan moral yang dipergunakan pada pertanyaan upah yang fair, yang lainnya pada perpajakan, dan lainnya lagi pada hukuman, dan sebagainya. Untuk sampai, katakanlah, pada pengertian upah yang adil, kita menyeimbangkan berbagai kriteria yang entah bagaimana saling bersaing, misalnya, klaim ketrampilan, pelatihan, usaha, tanggungjawab dan resiko pekerjaan, dan juga mempertimbangkan kebutuhan dengan baik. Tak seorangpun yang kiranya akan memutuskan hanya dengan salah satu aturan moral ini dan semacam kompromi diantara mereka harus dipikirkan (1971:35)

Tetapi berbagai prinsip juga dapat bersifat lebih umum. Maka, orang lazim berbicara tentang bagaimana secara intuitif menyeimbangkan persamaan dan kebebasan, atau persamaan dan efisiensi, dan prinsip-prinsip ini akan berlaku pada keseluruhan susunan teori keadilan (1971: 36-7). Pendekatan intuisionis ini, entah pada tingkat aturan-aturan moral khusus maupun pada prinsip-prinsip umum, bukan hanya secara teoritis tidak memuaskan, tetapi juga kurang membantu dalam masalah-masalah praktis. Sebab pendekatan ini tidak memberikan kita petunjuk kapan aturan-aturan moral yang khusus dan yang tidak dapat disederhanakan ini bertentangan satu sama lain. Namun, justru ketika aturan-aturan itu bertentangan satu sama lain maka kita mengharap teori politik dapat memberikan petunjuk.
Karena itu penting untuk mencoba membuat semacam prioritas diantara berbagai aturan moral yang saling bertentangan ini. Ini adalah tugas yang ditetapkan Rawls sendiri—mengembangkan sebuah teori politik komprehensif yang menata perbedaan intuisi-intuisi kita. Ia tidak menganggap bahwa teori semacam itu ada, tetapi hanya bahwa mencoba menemukannya akan merupakan sesuatu yang berharga,

Sekarang tidak ada sesuatu yang secara intrinsik irasional disekitar doktrin intuisionis ini. Bahkan, doktrin ini mungkin saja benar. Kita tidak dapat begitu saja menerima bahwa pasti ada asal mula keputusan keadilan sosial kita yang lengkap dari prinsip-prinsip etika yang dapat dikenali. Kaum intuisionis sebaliknya percaya bahwa kompleksitas fakta-fakta moral menentang usaha-usaha kita memberikan penilaian sepenuhnya atas keputusan-keputusan kita, dan mengharuskan pluralitas prinsip-prinsip yang saling bersaing. Mereka berpendapat bahwa usaha mengatasi prinsip-prinsip ini akan menyebabkan keremeh-temehan, seperti ketika dikatakan bahwa keadilan sosial memberikan setiap orang apa yang seharusnya, atau jika tidak, mengarahkan pada kebohongan dan penyederhanaan, seperti ketika orang mengatur segala sesuatu dengan prinsip utiliti. Karena itu, satu-satunya cara membantah intuisionisme adalah merancang kriteria etis yang diakui yang menjelaskan arti pentingnya yang, dalam kesimpulan keputusan kita, kita anggap tepat diberikan pada pluralitas prinsip-prinsip. Suatu bantahan intuisionisme tercapai karena menyajikan semacam kriteria yang konstruktif yang dikira tidak ada (1971: 39).

Maka, Rawls memiliki arti penting historis tertentu dalam mengakhiri kebuntuan intuisionisme dan utilitarianisme. Tetapi teorinya penting karena alasan yang lain. Teori Rawls mendominasi filsafat politik, bukan dalam arti disepakati secara luas, sebab hanya sedikit orang yang setuju dengan seluruh teorinya, tetapi dalam arti bahwa para ahli teori yang muncul belakangan telah mempertegas dirinya sebagai berlawanan dengan Rawls. Mereka menjelaskan apa teori mereka dengan membandingkannya dengan teori Rawls. Kita tidak akan dapat memahami karya tentang keadilan yang muncul belakangan ini jika kita tidak memahami Rawls.

(b) Prinsip-prinsip keadilan

Dalam menyajikan gagasan Rawls, saya pertama-tama akan memberikan jawaban yang diberikan Rawls pada pertanyaan tentang keadilan, dan lalu mendiskusikan dua argumen yang diberikannya untuk jawaban itu. ‘Konsepsi Umum Keadilan’-nya terdiri atas sebuah gagasan utama: ‘Semua barang-barang sosial yang utama (All social primary goods)—kebebasan, kesempatan, pendapatan, dan kekayaan, dan dasar-dasar kehormatan diri—didistribusikan secara sama, dan suatu distribusi yang tidak sama atas sebagian atau seluruh barang-barang ini diperbolehkan sejauh menguntungkan mereka yang paling kurang disukai’ (1971: 303). Dalam ‘konsepsi umum’ ini, Rawls mengaitkan gagasan keadilan dengan gagasan bagian barang-barang sosial secara sama, namun ia menambahkan sebuah selipan penting. Kita memperlakukan orang secara sama tidak dengan menghapuskan semua ketimpangan (inequalities), tetapi hanya ketimpangan-ketimpangan yang tidak menguntungkan seseorang. Jika ketimpangan-ketimpangan tertentu menguntungkan semua orang, dengan membangkitkan berbagai energi dan bakat yang bermanfaat secara sosial, maka ini akan dapat diterima semua orang. Jika memberi lebih banyak uang daripada yang saya miliki pada orang lain akan mempromosikan kepentingan-kepentingan saya, maka perhatian yang sama demi kepentingan-kepentingan saya menyarankan kita untuk mengijinkan, ketimbang melarang, ketimpangan itu. Ketimpangan diijinkan jika meningkatkan bagian yang sama yang menjadi hak saya pada awalnya, tetapi tidak diijinkan jika, seperti dalam utilitarianisme, ketimpangan melanggar bagian yang sama yang menjadi hak saya (my fair share). Inilah adalah gagasan tunggal, yang sederhana pada jantung teori Rawls.
Akan tetapi, konsepsi umum ini masih belum menjadi teori keadilan sepenuhnya, karena bermacam-macam barang yang didistribusikan menurut prinsip itu mungkin bertentangan. Misalnya, kita barangkali dapat meningkatkan pendapatan seseorang dengan menghilangkan salah satu kebebasan dasar yang dimilikinya. Ketimpangan distribusi kebebasan ini akan menguntungkan yang paling kurang kaya dalam sebuah cara (pendapatan), tetapi tidak dalam cara yang lain (kebebasan). Atau apa yang terjadi jika ketimpangan distribusi pendapatan menguntungkan semua orang dalam pengertian pendekatan, tetapi menciptakan ketimpangan dalam kesempatan yang merugikan mereka yang memiliki pendapatan kurang? Apakah perbaikan dalam pendapatan ini lebih penting dibandingkan dengan kerugian-kerugian dalam kebebasan atau kesempatan? Konsepsi umum ini membiarkan pertanyaan-pertanyaan ini tak terselesaikan, dan karena itu tidak memecahkan masalah yang membuat teori-teori intuisionis tidak membantu.
Kita membutuhkan sistem prioritas diantara perbedaan elemen-elemen teori. Jalan keluar yang diberikan Rawls adalah dengan membagi konsepsi umum itu kedalam tiga bagian, yang ditata menurut prinsip ‘urutan prioritas’ (lexical priority).

Prinsip Pertama—Tiap-tiap orang menerima hak yang sama atas keseluruhan sistem yang paling luas dari kebebasan-kebebasan dasar yang sama sesuai dengan sistem kebebasan serupa bagi semua orang.
Prinsip Kedua—ketimpangan sosial dan ekonomi diatur sedemikian rupa sehingga keduanya:
memberikan keuntungan terbesar untuk yang paling tidak diuntungkan, dan
membuka posisi-posisi dan jabatan bagi semua dibawah persyaratan-persyaratan persamaan kesempatan yang fair.

Aturan Prioritas Pertama (Prioritas Kebebasan)—Prinsip-prinsip keadilan diurutkan dalam tertib lexical (lexical order) dan karena itu kebebasan hanya dapat dibatasi demi kebebasan itu sendiri.

Aturan Prioritas Kedua (Prioritas Keadilan atas Effisiensi dan Kesejahteraan)—Prinsip keadilan yang kedua secara lexical lebih penting daripada prinsip efisiensi dan daripada prinsip memaksimalkan jumlah total keuntungan-keuntungan; dan kesempatan yang fair lebih penting daripada prinsip perbedaan.

Prinsip-prinsip ini membentuk ‘konsepsi khusus’ keadilan, dan mencoba memberikan petunjuk sistematis yang tidak dapat diberikan oleh intuisionisme. Menurut prinsip-prinsip ini, sebagian barang-barang sosial adalah lebih penting dari yang lain, sehingga tidak dapat dikorbankan demi perbaikan-perbaikan dalam barang-barang yang lain itu. Persamaan kebebasan dianggap lebih penting dari persamaan kesempatan, dan persamaan kesempatan dianggap lebih penting dari persamaan sumberdaya. Namun, dalam masing-masing kategori, gagasan sederhana Rawls tetap tidak berubah—sebuah ketimpangan hanya diijinkan jika menguntungkan yang paling tidak berpunya. Jadi, aturan-aturan prioritas tidak mempengaruhi prinsip dasar bagian yang fair yang tetap berada dalam masing-masing kategori.
Dua prinsip tersebut adalah jawaban Rawls terhadap pertanyaan keadilan. Namun kita belum melihat argumen yang diberikannya untuk ini. Dalam bab ini, saya akan memusatkan perhatian pada argumen Rawls untuk prinsip kedua—yang dinamakannya ‘prinsip perbedaan’ (the difference principle)— mengatur distribusi sumberdaya ekonomi. Saya tidak akan mendiskusikan prinsip kebebasan, atau mengapa Rawls memberikan prioritas pada prinsip kebebasan ini, sampai bab selanjutnya. Akan tetapi, penting dicatat bahwa Rawls tidak mendukung sebuah prinsip umum kebebasan, yaitu bahwa segala sesuatu yang secara masuk akal dapat dinamakan sebagai kebebasan diberikan prioritas yang yang paling penting. Sebaliknya, ia memberikan perlindungan khusus pada apa yang ia namakan ‘kebebasan-kebebasan dasar’ (basic liberties), yang diartikannya sebagai standar hak-hak politik dan sipil yang diakui dalam demokrasi liberal—hak untuk memilih, mencalonkan diri dalam jabatan, membela diri, kebebasan berbicara, bergerak, dan sebagainya (1971: 61). Hak-hak ini sangat penting untuk liberalisme—tentu saja, satu cara membedakan liberalisme adil adalah bahwa liberalisme memberikan prioritas pada kebebasan-kebebasan dasar ini.
Bagaimanapun, anggapan bahwa hak-hak sipil dan politik harus diprioritaskan diterima luas dalam masyarakat kita. Akibatnya, perselisihan antara Rawls dan pengkritiknya cenderung berkaitan dengan isu yang lain. Gagasan bahwa kebebasan-kebebasan dasar orang harus dilindungi merupakan bagian dari teori Rawls yang paling sedikit ditentang. Tetapi, penolakan saya atas utilitarianisme juga didasarkan pada kebutuhan sebuah teori bagian yang fair dalam sumberdaya ekonomi, dan ini jauh lebih kontroversial. Sebagian orang menolak gagasan tentang teori bagian yang adil dari sumberdaya ekonomi, dan mereka yang menerimanya memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang bentuk apa yang seharusnya diambil teori semacam itu. Pertanyaan distribusi sumberdaya ini penting dalam hubungannya dengan pergeseran dari utilitarianisme ke teori-teori keadilan lain yang akan kita amati. Jadi, sekarang saya akan memusatkan perhatian pada penilaian Rawls tentang prinsip perbedaan.
Rawls mempunyai dua argumen untuk prinsip-prinsip keadilannya. Argumen yang pertama adalah mengkontraskan teorinya dengan apa yang dianggapnya sebagai ideologi yang kini berlaku dalam keadilan distributif—yaitu, cita-cita tentang persamaan kesempatan. Ia berpendapat bahwa teorinya lebih cocok dengan kesimpulan intuisi-intuisi tentang keadilan, dan bahwa teorinya memberikan penjelasan yang lebih baik atas cita-cita yang pasti tentang fairness yang diserukan oleh ideologi yang kini berlaku. Argumen yang kedua agak berbeda. Rawls menyatakan bahwa prinsip-prinsip keadilannya lebih unggul (superior) karena merupakan hasil sebuah kontrak sosial hipotetis (a hypothetical social contract). Ia mengklaim bahwa jika orang dalam suatu keadaan pra-sosial tertentu dipaksa memutuskan mana prinsip-prinsip yang harus mengatur masyarakat mereka, mereka akan memilih prinsip-prinsipnya. Tiap-tiap orang yang oleh Rawls disebut dalam ‘posisi asli’ (original position) memiliki kepentingan rasional mengadopsi prinsip-prinsip Rawlsian untuk mengatur kerjasama sosial. Argumen yang kedua ini menerima perhatian kritis yang paling luas, dan merupakan argumen yang membuat Rawls terkenal. Tetapi, ini bukan argumen yang mudah diinterpretasikan, dan kita dapat menangani argumen ini dengan baik jika kita memulai dengan argumen pertama_.

2. ARGUMEN PERSAMAAN KESEMPATAN INTUITIF

Justifikasi yang berlaku sekarang bagi distribusi ekonomi dalam masyarakat kita didasarkan pada gagasan’persamaan kesempatan’ (equality of opportunity). Ketimpangan pendapatan dan gengsi dan sebagainya, dianggap dapat dibenarkan jika, dan hanya jika, terdapat kompetisi yang fair dalam penganugerahan jabatan dan posisi yang menghasilkan keuntungan-keuntungan. Justru dapat diterima membayar seseorang dengan gaji $100,000 ketika gaji rata-rata nasional adalah $20,000 jika terdapat persamaan kesempatan yang fair—yaitu, jika tidak seorangpun yang dirugikan melalui perbedaan warna kulit, jenis kelamin, atau latar belakang sosial mereka. Ketimpangan pendapatan semacam itu adalah adil tidak peduli apakah mereka yang secara ekonomi kurang beruntung memperoleh keuntungan atau tidak dari ketimpangan itu. (Inilah yang oleh Mackie dimaksudkan sebagai a ‘ right to a fair go’ [hak bertindak dengan cara yang dapat diterima], lihat bab 2, bagian 5b di atas).
Ini bertentangan dengan teori Rawls, karena meskipun Rawls juga mensyaratkan persamaan kesempatan dalam mengalokasikan posisi-posisi, ia menyangkal bahwa orang yang mengisi posisi-posisi dengan demikian berhak mendapatkan bagian yang lebih besar atas sumberdaya masyarakat. Masyarakat Rawlsian mungkin menggaji orang-orang itu lebih besar dari rata-rata, tetapi ini dilakukan hanya jika menguntungkan keseluruhan anggota masyarakat. Dengan prinsip perbedaan, orang hanya memiliki klaim atas bagian sumberdaya yang lebih besar jika mereka dapat membuktikan bahwa klaim ini menguntungkan mereka yang mendapatkan jumlah bagian yang lebih sedikit.
Mengapa ideologi kesempatan yang sama tampak fair pada banyak orang dalam masyarakat kita? Karena ini memastikan bahwa nasib orang ditentukan oleh pilihan-pilihan (choices)-nya daripada oleh keadaan-keadaan (circumstances)-nya. Jika saya mengejar semacam ambisi pribadi dalam sebuah masyarakat yang memiliki persamaan kesempatan, maka keberhasilan dan kegagalan saya akan ditentukan oleh penampilan saya, bukan oleh warna kulit, keanggotaan kelas atau jenis kelamin. Dalam sebuah masyarakat yang tak seorangpun diistimewakan atau dirugikan oleh keadaan-keadaan sosialnya, keberhasilan (atau kegagalan) orang akan menjadi hasil pilihan-pilihan dan usahanya sendiri. Maka, apapun keberhasilan yang kita raih adalah ‘didapatkan’ (earned), ketimbang sekedar ‘diberikan’ (endowed) pada kita. Dalam sebuah masyarakat yang memiliki persamaan kesempatan, ketimpangan pendapatan adalah fair, karena keberhasilan adalah ‘dihargai’ (merited), diberikan pada mereka yang ‘berhak’ menerimanya.
Orang tidak sepakat tentang apa yang dibu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar