Ulama Dan Politik Kekinian
Selalu menimbulkan polemik dan kontroversi, Ketika mencoba mengkaji hubungan antara ulama’ dan umara’ (pemerintah). Karena dalam praksisnya pemerintah dengan aparatusnya yang notabene sebagai pelindung masyarakat kadang-kadang kalah pamor dengan ulama’ dalam menyelesaikan berbagai persoalan kemasyarakatan. Fenomena ini terjadi karena aparat pemerintah sebagai pelayan masyarakat tidak sesuai dengan apa yang pernah Max Webber ungkapkan. Bahwa, adanya birokrasi agar lebih memudahkan masyarakat dalam menyelesaikan berbagai permasalahannya, tapi nyatanya malah bikin rumit dan cenderung mempersulit keadaan.
Menelaah relasi antara ulama dan pemerintah dari kaca mata politik ini tidak bisa lepas dari konstalasi dan konspirasi politik global. Ideologi atau kepentingan politik apakah yang berada dibalik kedua pemain ini? Ketika kedua kepentingan ini bertemu, maka keduanya akan bersinergis untuk mencapai tujuannya. Tetapi ketika terjadi kontradiksi maka keduanya pasti akan saling menjatuhkan. Karena ulama khususnya di Indonesia mempunyai basis massa dan akar khistoris yang kuat. Makanya, setiap perbuatan dan perkataannya berimplikasi pada stabilitas nasional baik politik, ekonomi, sosial dan budaya. apalagi ulama’ yang aktif dalam ranah publik adalah representasi dari sebuah golongan atau kelompok tertentu dengan hidden agenda tertentu pula. Ini yang harus menjadi landasan kritis ketika mengkaji ulama dari sisi politik.
Menarik kembali peran ulama’ dari ranah publik (politik) menuju khittahnya, yaitu sebagai penjaga benteng moralitas dan penguat tali ukhuwah islamiyah. Itu juga belum pasti mampu mengatasi persoalan-persoalan kebangsaan. Karena apa? akan timbul berbagai pertanyaan. Contohnya, Ukhuwah model apakah yang akan mereka perjuangkan? Apakah ukhuwah yang bersifat primordial, eksklusif, dan sekterian? Atau ukhuwah yang bersifat inklusif dan pluralistik?. Karena banyak ulama’ yang menjadi agen ideologi tertentu sehingga keberadaannya meresahkan khalayak ramai, atau juga agen kapitalis untuk merebus pangsa pasar. Contohnya, artis yang dengan modal air mata dan sedikit hafalan ayat atau hadist mampu menyedot perhatian massa dan diklaim sebagai ulama’ pemersatu ummat.
Pergeseran paradigma pemikiran sebagian ulama’ yang aktif dalam dunia politik pada saat ini, tidak bisa dianggap sebagai sebuah dekadensi integritas moral ulama’ dalam ranah sosial, karena secara historis peran ulama’ dalam proses kelahiran bangsa ini sangat vital sekali, sehingga keberadaannya tidak bisa dihapuskan dalam percaturan politik indonesia. Posisi ulama’ dalam berbagai rezim selalu menjadi oposisi atau pengontrol setiap kebijakan-kebijakan pemerintah, dimana mereka akan bersikap kritis terhadap kebijakan yang tidak memihak rakyat kecil. Inilah salah satu lahan dakwah yang harus diperjuangkan secara sadar dan sistematis baik melalui partai politik ataupun lewat organisasi sosial.
Mengkritisi masalah penangkapan ustad ja’far umar tidak hanya bisa dilihat dari satu sisi saja yaitu penangkapan ulama’ oleh pemerintah. Tetapi juga harus komprehensif yaitu, penangkapan salah satu agen ideologi islam yang yang berusaha membangun kekuatannya di Indonesia. Karena pada dasarnya keberadaannya mengganggu stabilitas nasional dengan tujuan menancapkan satu kepentingan tertentu di Indonesia dengan cara yang represif. Seperti penulis katakan diatas. Ini tidak bisa lepas dari pertarungan konstalasi politik global yang sedeng menguasai Indonesia.
Kesimpulannya. Ulama’ pada dasarnya tidak harus melepaskan diri dari dunia glamour politik, selama eksistensinya tetap membawa misi kemanusiaan dan sebagai rahmatan lil-alamiin.
ulama kini tak lagi menjadi penjaga benteng moralitas dan penguat tali ukhuwah islamiyah
BalasHapuslalu bagaimana menurut anda dengan hadist yang mengatakan bahwa ulama adalah penerus nabi?
Hapus