TARIAN HUJAN
Hujan menapakkan lagi kakinya di bumi senja ini. Denting kaki hujan yang menyentuh permukaan bumi menciptakan bunyi yang merdu. Angin yang mengiringi tarian hujan yang indah membuat udara menjadi semakin menusuk. Aku pun menutup jendela kaca di hadapanku. Aku selalu bermimpi untuk ikut menari bersama mereka. Namun itu hanya sebatas mimpi yang entah dapat terwujud atau tidak. Yang bisa aku lakukan hanya menikmatinya dari balik jendela kamarku dan mengabadikannya dalam lukisan. Aku pun mulai menggoreskan cat di atas kanvas putih di hadapanku. Sesaat kemudian kamu datang dan duduk di sofa yang ada di sudut kamar ini. Tapi Aku tahu kamu tidak mengerjakan apa pun, meski pun kamu duduk menghadap laptopmu yang menyala. Cermin di sebelahku selalu memantulkan bayanganmu. Aku tahu sedari tadi kamu hanya memperhatikanku melukis. Entah apa yang kamu pikirkan setiap kali aku melukis tarian kaki-kaki kecil hujan. Mungkin kamu bosan melihatku melakukan ini setiap kali hujan turun. Tapi aku tahu kamu selalu memperhatikanku ketika aku melukis.
Tarian hujan sudah mulai berhenti. Lukisanku pun juga hampir selesai. Udara di kamar ini menjadi semakin menusuk. Dari cermin di sebelahku aku melihatmu meraih remote pendingin udara di hadapanmu dan menekan salah satu tombolnya sehingga pendingin udara di kamar ini perlahan mati. Aku masih sibuk menyelesaikan lukisanku saat kamu beranjak dari tempat dudukmu dan berjalan keluar. Tarian hujan sudah benar-benar berhenti saat lukisanku selesai. Aroma tanah basah menyapa indera penciumanku saat aku membuka jendela di hadapanku. Udara segar segera menyergap tubuhku. Kupejamkan mataku untuk merasakannya lebih dalam. Kuhirup wangi aroma tanah basah sehabis hujan. Benar-benar perpaduan yang sempurna. Aku melihatmu masuk saat aku membuka mataku. Kamu membawa sebuah nampan yang berisi satu gelas penuh air putih dan pil-pil kecil warna-warni.
***
Hujan turun lagi siang ini. Aku yakin saat ini kau sedang mengamati hujan dari balik jendela kamar. Kau selalu bilang jika kau sangat ingin keluar dan menari bersama rintik hujan. Namun kau juga selalu bilang jika itu hanya mimpi yang entah dapat kau wujudkan atau tidak.
Kau baru saja mulai menggoresankan cat di atas kanvas putih di hadapanmu, saat aku masuk ke kamar. Dan aku mulai menyalakan laptopku. Namun aku benar-benar tidak tahu apa yang akan aku kerjakan dengan laptop dihadapanku ini. Kau dan seluruh kebiasaanmu itu selalu dapat menyita perhatianku. Dan aku tahu kau mengetahui jika sedari tadi aku memperhatikanmu meski pun aku duduk menghadap laptopku yang menyala. Karena cermin di sebelahmu selalu memantulkan bayanganku. Tapi aku yakin kau tidak mengetahui apa yang aku pikirkan setiap kali aku memperhatikanmu melukis hujan. Mungkin kau akan mengira aku bosan melihat kebiasaanmu ini. Namun asal kau tahu, aku tidak akan pernah bosan.
Hujan sudah mulai reda dan lukisanmu juga hampir selesai. Udara di kamar ini menjadi semakin dingin. Aku meraih remote pendingin udara di hadapanku dan mematikan pendingin udara di kamar ini. Kulirik jam di pergelangan tanganku, ternyata sudah pukul satu siang. Itu tandanya aku harus menyiapkan obat-obatmu. Aku pun beranjak dari kamar dan mengambil obat-obatmu. Aku sengaja tidak menegurmu, karena aku lihat kau terlalu sibuk dengan lukisanmu.
Hujan sudah benar-benar redah saat aku selesai mempersiapkan segelas air dan obat-obatmu. Kau sedang menikmati aroma tanah basah saat aku masuk. Kau mulai membuka matamu saat aku berjalan menghampirimu. Aku pun segera menyodorkan nampan yang aku bawa kepadamu. Kau pun menerimanya dan mulai meminumnya.
“Kenapa kamu melihatku seperti itu?” Tanyamu.
Aku hanya tersenyum.
“Apa kamu tidak bosan hidup di tempat sepi seperti ini dengan seorang wanita yang tidak berguna seperti aku?” Tanyamu lagi.
Aku masih tetap tersenyum.
“Aku tidak akan melarangmu jika kamu ingin meninggalkanku.”
“Hatiku yang akan melarangku jika aku berpikir untuk meninggalkanmu,” jawabku.
“Kamu masih muda dan tampan, jadi aku yakin masih banyak wanita-wanita cantik dan lebih sempurna dari aku yang mau menerimamu di luar sana.”
“Memang banyak sekali wanita yang lebih sempurna darimu di luar sana, tapi hatiku telah memilihmu. Selamanya akan tetap begitu, ” kataku sambil berlalu meninggalkanmu.
Pertanyaanmu mengagetkanku. Tidak pernah terlintas sedikit pun dalam benakku kau akan bertanya demikian. Pertanyaan yang konyol. Kau harus tahu jika aku sangat mencintaimu. Hatiku telah memilih dan aku tidak akan mengingkari pilihan hatiku. Aku akan selalu memilihmu sesering apa pun kau memintaku untuk mencari wanita yang lebih sempurna darimu. Karena bagiku hanya kamu wanita yang sempurna. Aku pergi meninggalkanmu supaya kau tidak bertanya macam-macam lagi.
***
Aku rasa apa yang aku tanyakan tadi siang adalah hal yang wajar. Tapi sudahlah, semoga kata-katamu benar. Namun seandainya kamu mengingkari kata-katamu tadi, juga tidak masalah. Aku tidak akan melarangmu. Aku pun mulai sadar jika senja ini terlihat berbeda. Tiada warna jingga mewarnai langit. Hanya ada warna kelabu yang masih enggan beranjak. Mungkin hujan akan menari untuk yang kedua kalinya nanti malam. Dari sudut mataku, aku bisa melihatmu masuk hanya untuk mengambil laptop.
Malam mulai datang. Tarian hujan yang aku nantikan tidak jua turun namun mendung masih bergelayut manja. Aku haus. Aku pun keluar untuk mengambil minuman. Ternyata kamu masih asyik memandangi laptopmu dan jari-jarimu menari dengan indah diatas keybord laptop itu. Kuurungkan niatku untuk menghampirimu ketika kulihat raut wajahmu yang di penuhi dengan konsentrasi. Aku pun kembali ke kamar untuk membersihkan alat-alat lukisku dan kemudian tidur.
***
Kau masih betah memandangi langit senja yang sebenarnya sangat tidak menarik ini. Entah apa yang membuatmu betah berlama-lama memandangi langit dengan warna kelabu, senja ini. Aku masuk hanya untuk mengambil laptop saja. Aku harus menyelesaikan pekerjaanku. Dan aku tidak bisa melakukannya bila berada di dekatmu, karena kau selalu bisa mengalihkan seluruh duniaku.
Tak terasa waktu telah lewat tengah malam saat aku menyelesaikan pekerjaanku. Aku segera mematikan laptopku dan beranjak ke kamar. Ternyata kau sudah tidur saat aku masuk. Ku baringkan tubuhku di sampingmu dan aku pun mulai memejamkan mataku.
***
Kamu sudah berada di sampingku saat aku terjaga pagi ini. Perlahan aku beranjak dari tempatku supaya tidak membangunkanmu. Kurapikan selimutmu sebelum aku keluar kamar untuk menyiapkan semua keperluanmu dan menyiapkan makanan untuk kita. Aku pun beranjak ke dapur dan mulai mempersiapkan bahan-bahan untuk membuat nasi goreng. kemudian aku mulai memotong bawang dan mulai menggoreng nasi. Setelah selesai aku pun menggoreng dua buah telur mata sapi yang bulat dan putih tanpa gosong. Karena kamu tidak pernah suka makan telur mata sapi yang tidak bulat dan gosong. Aku merasakan sedikit rasa sakit di kaki kiriku. Mungkin itu karena aku kelelahan. Aku pun mengabaikannya dan melanjutkan kegiatanku memasak. Sesaat setelah aku selesai menata semua makanan dan minuman di meja makan, kamu keluar dari kamar dan pakaianmu pun juga sudah rapi.
“Selamat pagi, ” sapaku. Dan kamu hanya tersenyum.
Aku segera mengambil piring di hadapanmu dan mengisinya dengan nasi goreng dan telur mata sapi. Setelah itu aku pun memberikannya padamu. Kemudian aku pun mengisi piringku sendiri dengan hidangan serupa.
“Pagi ini kau ada jadwal terapi kan?” Tanyamu.
Dan aku hanya mengangguk.
“Kalau kamu sibuk biar aku berangkat sendiri saja”.
“Aku gak seberapa sibuk hari ini, jadi biar aku yang mengantarmu terapi”.
Kamu meneruskan makanmu dalam diam, begitu pula denganku. Beberapa saat kemudian, makanan di piringku pun tandas, begitu juga denganmu. Aku beranjak dari tempatku untuk meletakkan piring kotor bekas makanan kita. Tetapi kamu menahanku.
“Biar aku saja yang membersihkan meja makan ini. Lebih baik kau siap-siap”, katamu.
“Aku hanya akan terapi pagi ini, jadi aku tidak butuh waktu lama untuk bersiap-siap”.
Kamu hanya diam mendengar ucapanku barusan.
“Jadi biar aku saja yang membersihkan ini semua”, ujarku lagi.
“Baiklah tapi biarkan aku membantumu membawa ini semua”, katamu tanpa meminta persetujuan dariku.
Aku hanya bisa mengikutimu dari belakang namun tiba-tiba aku tidak bisa menggerakkan kakiku. Rasa sakit itu terasa semakin menjadi-jadi. Dan semuanya gelap.
***
Kau sudah tidak ada di sampingku saat aku bangun pagi ini. Aku segera ke luar dari kamar setelah aku sudah rapi. Ternyata kamu telah menyiapkan makanan untuk kita pagi ini. Pagi ini kau terlihat sangat bersemangat. Hal itu terlihat dari wajahmu yang dihiasi dengan senyum dan matamu yang bersinar. Kau pun mulai mengambilkan makanan untukku. Aku ingat, pagi ini kau ada jadwal terapi dan aku tidak akan membiarkanmu pergi sendiri. Aku ingin mengetahui perkembangan kesehatanmu.
Kita selalu makan dalam diam. Begitu juga pagi ini, aku menghabiskan makananku dengan tak bersuara. Setelah itu aku pun membantumu untuk membersihkan piring bekas tempat makanan kita. Namun baru saja aku melangkah, saat tiba-tiba aku mendengar bunyi berdebam di belakangku, dan aku telah menemukanmu pingsan. Aku sangat panic dan mengkhawatirkanmu. Aku segera meletakkan piring-piring kotor itu begitu saja di lantai. Dan aku segera mengangkat tubuhmu dan membawamu ke rumah sakit. Aku tidak mau terjadi apa-apa denganmu. Kau harus bertahan.
Setibanya di rumah sakit, aku segera meminta bantuan beberapa petugas rumah sakit untuk menolongmu. Dengan sigap mereka membawamu ke UGD, namun mereka melarangku masuk. Aku terus menunggumu di depan pintu UGD. Dari jendela aku bisa melihat beberapa suster dan seorang dokter yang sibuk menolongmu. Dari raut wajah mereka yang serius dan terlihat tegang aku menduga jika keadaanmu cukup mengkhawatirkan. Beberapa saat kemudian dokter yang menolongmu keluar, dia memberitahukan keadaanmu dan dugaanku benar, jika keadaanmu semakin memburuk.
“Bagaimana keadaan isteri saya dok?”.
Dokter itu terdiam cukup lama.
“Keadaan istri bapak sangat mengkhawatirkan. Kanker telah menyebar di tubuhnya. Jalan satu-satunya untuk menghentikan perkembangan sel kanker pada tubuh isteri bapak adalah melakukan amputasi.”
“Apa harus dengan amputasi dok?” Tanyaku.
“Amputasi adalah pilihan akhir untuk menghentikan pertumbuhan sel kanker ostheosarcoma, Pak. Dan sayangnya, kami harus melakukan itu.”
“Kalau memang itu adalah yang terbaik untuk istri saya, lakukan saja dok. Saya ingin dia selamat,” jawabku. Aku tidak peduli cara apa yang dilakukan dokter untuk menolongmu, yang penting kamu harus selamat. Aku tidak mau kehilanganmu.
“Kalau begitu bapak harus memenuhi persyaratan administrasi dan menandatangani beberapa dokumen. Suster, tolong antarkan bapak ini ke bagian administrasi!” Dan seorang suster pun menghampiriku dan aku pun mengikutinya.
Sesaat setelah aku memenuhi semua persyaratan yang ada, operasi pun segera dilaksanakan pagi ini juga. Aku melihat beberapa suster membawamu memasuki ruang operasi dan pintu ruangan itu tertutup. Aku segera menghubungi keluarga kita untuk mengabarkan keadaanmu.
Operasimu berjalan cukup lama, hampir tujuh jam aku harus menunggu. Aku benar-benar tidak bisa tenang. Aku tidak bisa melakukan apapun saat ini, yang bisa aku lakukan hanya berdoa meminta yang terbaik untukmu. Dan akhirnya pintu itu pun terbuka dan dokter pun mengabarkan jika operasimu berhasil. Aku sangat bersyukur mendengarnya.
***
Rasanya telah lama aku tertidur, sampai-sampai ketika bangun aku tidak bisa merasakan kaki kiriku. Penyakit ini membuatku mati rasa. Aku bisa melihatmu tersenyum saat ku buka mataku.
“Aku dimana?”
“Kau di rumah sakit.”
“Kenapa aku tidak dapat merasakan kaki kiriku?”
“Apa yang kau rasakan?”
“Aku tidak dapat merakan apa-apa. Apa yang terjadi dengan kaki kiriku?”
Kamu memelukku tanpa menjawab pertanyaanku.
“Apa yang sebenarnya terjadi?, ada apa dengan kaki kiriku?”.
Kamu memelukku semakin kuat namun semakin kuat pula aku meronta.
“Jawab aku, ada apa dengan kaki kiriku? Aku ingin lihat kaki kiriku”.
Aku sangat kaget ketika aku tidak menemukan kaki kriku di tempatnya. Aku tidak dapat menahan air mataku.
Aku benar-benar tidak menyangka jika kamu mengizinkan dokter untuk mengambil kaki kiriku. Aku benar-benar tidak dapat menari bersama hujan sekarang. Mimpi itu benar-benar tidak dapat aku raih. Aku jadi ragu apakah aku masih bisa menjadi istri yang baik untukmu. Aku ingin sendiri untuk saat ini. Aku tidak ingin melihatmu, tatapanmu membuatku semakin sakit.
Setelah hampir sebulan di rumah sakit, siang ini dokter mengizinkanku pulang. Sebenarnya aku masih kecewa kepadamu. Namun aku mencoba untuk mengerti. Hujan menyambut kepulanganku dari rumah sakit. Hal ini bisa sedikit menghiburku. Hujan memang selalu bisa membuatku tersenyum.
“Aku ingin sekali menari bersama mereka dan membiarkan kaki-kaki kecil hujan menyentuh tubuhku. ”
Kamu pun perlahan mendorong kursi rodaku ke tengah taman. Aku tak menyangka kamu melakukan ini dan membiarkanku menari bersama mereka. Aku dapat merasakan saat kaki-kaki kecil hujan membelai tubuhku. Aku sangat bahagia saat ini. Aku tahu kamu juga ikut bahagia bersamaku. Karena aku bisa melihat senyum samar yang menghiasi wajahmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar